Rabu, 14 April 2010

Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate Governance


PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) didalam peraturan Pencatatan Efek No 1-A: tentang Ketetentuan Umum Pencatatan Efek yang bersifat Ekuitas di bursa, dalam angka 1-a menyebutkan tentang rasio komisaris independen yaitu" komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh yang bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang kurangnya 30% (tigapuluh persen) dari seluruh jumlah anggota komisaris. Selanjutnya dalam angka 2 menentukan persyaratan komisaris independen yang melarang adanya hubungan terafiliasi baik dengan pemegang saham pengendali, direktur atau komisaris lainnya, bekerja rangkap dengan perusahaan terafiliasi dan memahami peraturan per-undang- undangan di bidang Pasar Modal.

Menurut pendapat saya, seberapa besar pengaruh kinerja komisaris independen pada dewan komisaris apabila komposisi komisaris independen 30% melawan komisaris yang tidak independen sebesar 70%. Sekalipun komisaris independen dapat melakukan dissenting, namun tujuan diadakan komisaris independen tidak hanya sekedar untuk dissenting, namun tentu diharapkan mampu menyeimbangkan pengambilan keputusan Dewan komisaris

Apabila ingin memberikan akibat yang berarti terhadap kinerja Dewan Komisaris, maka keanggotaan komisaris independen harus lebih dari jumlah sehingga dapat outvoted dalam pengambilan keputusan, hal ini apabila dihubungkan dengan adanya anggota komisaris yang tidak independen. Alternative kedua adalah memberikan posisi yang lebih menentukan atau lebih memberikan pengaruh misalnya sebagai presiden komisaris. dari dewan direksi dan dewan komisaris adalah. untuk kepentingan perusahaan, baru kemudian untuk pemegang saham, bahkan dalam likuidasi pemegang saham memperoleh bagian terakhir (Pasal 124 ayat 2 UUPT). Persoalannya ialah, pemegang saham juga merupakan investor, dan undang undang melindungi kepentingan dari investor, mengapa setelah investor menjadi pemegang saham harus ditandingi dengan komisaris independen.

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terdapat kekuasaan untuk menyetujui suatu rencana kerja perseroan, tetapi apabila menurut dewan direksi dan business judgement dari dewan direksi, rencana tersebut wajib dirubah, maka dewan direksi wajib menjalankan rencananya tersebut yang menurut pertimbangannya paling baik untuk kepentingan perseroan. Dengan demikian, manakala kepentingan perseroan tidak sejalan dengan putusan RUPS, maka dewan direksi harus mengutamakan kepentingan perseroan, sebab pada akhirnya dewan direksi tidak dapat bersembunyi dibalik RUPS atau komisaris apabila ternyata keputusannya tersebut salah. Dengan kata lain, pemberian persetujuan oleh RUPS maupun komisaris tidak dapat membebaskan direksi dari tanggung jawab atas kepengurusannya.

Perlu diperhatikan bahwa keputusan rapat umum pemegang saham maupun komisaris bukanlah tindakan kepengurusan, karena instruksi tersebut tidak wajib dilaksanakan oleh direksi. Dengan demikian direksi tetap independen , terutama untuk memutuskan apakah tindakan tersebut dilakukan atau tidak dilakukan

Hubungan Komite Audit Dengan Komisaris Independen

Bapepam menerbitkan Surat Edaran (SE-03/PM/2000) yang menghimbau agar emiten dan perusahaan publik mempunyai komite audit. Komite audit bertugas membantu komisaris dalam rangka peningkatan kualitas laporan keuangan dan peningkatan efektivitas audit dan eksternal audit. Anggota komite audit sekurang kurangnya tiga orang yang diangkat dan diberhentikan komisaris, sedang anggota komite audit dari komisaris bertindak sebagai ketua.

Kedudukan komisaris independen dan komite audit yang dimilki oleh emiten atau perusahaan publik, adalah berkaitan dengan tanggung jawab pengawasan dari dewan komisaris. Oleh sebab itu, keberadaan dari komisaris independen yang duduk dalam komite audit dan anggota komite audit, wajib untuk mentaati ketentuan tentang kegiatan dari komite audit. Sebagai komite yang membantu fungsi pengawasan komisaris, komite audit memiliki fungsi dalam hal hal yang terkait dengan proses dan peran audit bagi perusahaan, terutama dalam pelaporan hasil audit keuangan perusahaan yang dipaparkan untuk publik.

Membangun komite audit yang efektif tidak boleh terlepas dari kacamata penerapan prinsip good corporate governance secara keseluruhan disuatu perusahaan dimana independency, transparency and disclosure, accountability, responsibility dan fairness menjadi landasan utama dalam menjalankan perusahaan.

Komite audit harus bersikap adil dalam pengambilan keputusan, hal ini ditujukan kepada semua pihak, terutama dalam penelaahan terhadap kesalahan asumsi maupun pelanggaran terhadap resolusi direksi.

Pertanyaan yang timbul sehubungan dengan hal tersebut di atas ialah, bagaimana dengan komite audit yang ditunjuk oleh komisaris perusahaan, apakah mereka benar benar mampu dan dapat bertindak secara kompeten dan independen?

Sebagai contoh Aburizal Bakrie dari Bakrie Group dan Mochtar Riady dari Lippo Group, akibat dari restrukturisasi dengan pola debt to equity swap, mengakibatkan kreditur menjadi pemegang saham mayoritas dari perusahaan yang bersangkutan, sedangkan founder menjadi minoritas. Dengan proporsi ini maka struktur perusahaan lama yang merupakan representasi dari pendiri lama, beberapa menjadi komisaris independen. Secara definisi legal per se, sah sah saja, dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku, namun kita harus melihat persepsi publik. Berdasarkan Peraturan BEJ 1-A, sebetulnya mereka telah memenuhi persyaratan, namun persepsi publik wajib dipertimbangkan agar kepentingan publik tetap terjaga. Sehingga redefinisi komisaris independen harus dilakukan.

Selain itu dengan kecenderungan meningkatnya/meluasnya kewenangan komisaris independen, apalagi dengan membawahi komite audit, serta kewenangan dewan komisaris untuk dapat membentuk tim konsultan sendiri, apakah hal tersebut tidak menjadikan tanggung jawab seorang komisaris independen jadi lebih besar dari anggota komisaris lainnya. Apa saja sanksi yang dapat diberikan terhadap komisaris independen bila gagal memenuhi ketentuan. Herannya lagi bukankah keputusan dewan komisaris harus dilihat sebagai kesatuan dan tanggung jawabnya juga harus secara kolektif? Pengujian terakhir mengenai posisi komisaris independen adalah ditangan hakim, tetapi patut dipertanyakan sejauhmana para hakim memahami konsep komisaris independen, dan apa yang dipakai sebagai rujukan untuk bahan pertimbangan, UUPT, KUHPerdata, atau Keputusan Bursa Efek Jakarta?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar